Fotografer Nubi – Belajar Manual

Assalamualaikum Warohmatullah Wabarokatu.
Selamat gini hari, salam sejahtera untuk kita semua.

Seperti yang dari awal saya singgung, bahwa blog ini bukan cuma motor, tapi sarana buat belajar nulis, maka di sinilah saya mau coba menuangkan apa yang sedang saya pelajari. Tentunya ini berhubungan dengan kerjaan di kantor, tapi ternyata saya juga suka bidang ini, yaitu Fotografi.

Kamera sekarang pastinya tinggal cepret ya, banyak sensor, banyak mode, prosesornya bahkan bisa milihin mode, white balance, dan seluruh variabel kamera secara otomatis. Bahkan dengan teknologi yang ada sekarang, kita bisa memproduksi gambar yang dinamakan dengan HDR atau High Dynamic Range. Dan saya baru tahu kalo HDR itu adalah teknik digital menggabungkan 3 gambar menjadi satu, keren ya, tapi kita bahas lain waktu, kali ini mau curhat aja tentang fotografi.

Saya belum akan membicarakan sudut pengambilan gambar, atau bagaimana mengambil gambar yang baik, tapi tekniknya dulu, mengoptimalkan 3 variabel untuk mendapatkan gambar yang diinginkan (tidak termasuk white balance). 3 Variabel yang saya maksud adalah bukaan diafragma, kecepatan penutup (shutter speed, kita nanti sebut shutter saja), dan ISO.

F-number (Bukaan Diafragma)

Semakin besar bukaan, semakin banyak cahaya yang masuk. Semakin besar juga titik fokusnya (kalo enggak salah denger). Biasanya diperbesar dan diperkecil sesuai kebutuhan. Jika cahaya terlalu banyak, tentunya diperkecil bukaanya dengan menaikan f-number. Tapi tentunya kecerahan dari sebuah gambar juga bisa ditentukan dari shutter speed-nya. Bingung? Nanti kita bahas lebih lanjut.

Shutter Speed

Kecepatan Menutup atau Shutter Speed ini menentukan seberapa cepat atau seberapa lama sensor akan terekspose cahaya. Semakin lama, gambar akan semakin terang dan pergerakan benda akan semakin terlihat seperti blur. Biasanya kalo shutter speed terlalu lambat, kita akan melihat benda seperti membentuk bayangan di belakang arah geraknya.

ISO

ISO atau saya permudah pemahamanya menjadi tingkat sensitifitas sensor kamera. Semakin tinggi, sensor akan semakin sensitif, dan sebaliknya. Biasanya kamera dengan kemampuan fotografi dalam cahaya yang kurang akan menggunakan ISO yang tinggi atau sangat tinggi. Sayangnya dengan ISO yang tinggi akan semakin banyak derau (noise) yang tertangkap kamera. Misalnya bercak cahaya, gambar yang kurang tajam, dan… Silahkan coba sendiri untuk melihat seperti apa derau dalam fotografi itu.

Kesimpulan

Gambar diambil di wilayah Cirebon

Gambar yang diambil di Cirebon ini menggunakan f/29. Saya menggunakan F yang sangat besar (Bukaan yang kecil) agar dengan cahaya yang melimpah saya dapat menggunakan kecepatan shuter yang rendah. Kalau bukaanya besar dan shutternya lambat, hasilnya akan penuh dengan cahaya 😀 bahkan tidak terlihat detil kendaraan yang melintas cepat di belakangnya.

Kecepatan Shutter saya set di 1/4 detik. Kalo di DSLR, kita bisa dengar kaca penutupnya membuka dan menutup dengan lambat cek – klek, gitu.

dengan f/29 ini, ISO saya set di 100 untuk lebih mengurangi cahaya yang terekam. Derau tentu akan sedikit, tapi gambar akan gelap. Tapi karena kecepatan Shutternya lambat, cahaya yang terekam akan cukup masuk ke kamera dan menghasilkan gambar seperti di samping.

 

Speed of Light

Gambar speed of light di sebelah kanan ini saya ambil dengan f/16. Ini pertama kali saya ambil gambar dengan kecepatan Shutter rendah, jadi waktu itu masih pake ISO 3200. Belakangan saya baru ngeh, kenapa enggak di kecilin lagi ya f-nya?

Shutter Speed yang saya pakai 1/2 detik dengan ISO yang sudah saya singgung ISO3200. Dengan Shutter Speed 1/2 detik, kendaraan yang bergerak meninggalkan bayanganya, sementara karena bayanganya terhapus cahaya lampunya, jadi yang terlihat hanya lampunya saja. Jadilah gambar ini, yang kata mas Sonz ini namanya speed of light. Waktu saya ambil saya enggak tau ini gambar apa 😀

Sementara baru ini yang saya pelajari. Waktu itu saya belum perduli dengan white balance, sampai ada beberapa foto yang ‘kok kayaknya kurang putih ya’ atau ‘kok kuning banget ya’ baru saya utak-atik white balance-nya.

Satu gambar lagi yang saya ambil di perjalanan mudik adalah gambar di bawah ini.

HDR

Gambar ini diambil dengan mode HDR menggunakan kamera yang sama, Canon EOS M10. Agak kaget waktu denger suara ‘mirip shutter’-nya yang bunyi tiga kali. Baru belakangan saya tahu kalo HDR itu diambil dari tiga gambar dengan expose yang berbeda kemudian disatukan menggunakan metode digital. Di wikipedia dijelasin, bahwa pertama kali pada tahun 1850an, dengan dua negatif, satu untuk langit dan satu untuk laut, untuk menghasilkan gambar HDR oleh Gustave Le Gray.

Sementara sejak tahun 2005, hdr juga bisa diperoleh dengan menggunakan aplikasi digital seperti adobe photoshop dan kawan-kawan.

Demikian semoga bermanfaat, dan kalau ada saran silahkan hubungi saya.

Jangan lupa follow Twitter di @awp_agni, google plus +Agung Prasetya Agni , facebook facebook.com/agung.agni dan instagram @agung.windy

Motor Listrik – Dari Sport?

Assalamualaikum Warohmatullah Wabarokatu
Selamat gini hari, salam sejahtera untuk kita semua.

Tiba-tiba saya berandai-andai tentang kendaraan listrik di Indonesia, jadi sekalian aja iseng di tulis 😀

Ngomongin soal sepeda motor listrik, kita punya dua nama saat ini. Gesits yang masih purwarupa dan sedang disempurnakan sebelum tahun depan (atau 2019 ya?) mulai di jual, sementara Viar sudah meluncurkan Viar Q1 sebagai motor listrik dengan bentuk sekuter. Nah, sayangnya dua-duanya ini sekuter, walaupun yang satunya walau masih purwarupa sudah diuji naik turun gunung, ngebut-lambat, hujan-cerah sepanjang ratusan kilometer. Dalam pengujian itu, menurut tim, kendaraan listrik Gesits dapat menempuh 100km. Rivalnya, Viar hanya dapat menempuh sekitar 75km dalam satu kali pengisian penuh baterai. Dan sayangnya, keduanya belum dilengkapi dengan kemampuan pengisian daya cepat atau fast charging.

Kenapa enggak bikin motorsport aja?

Nah, pertanyaan menangta tho? Kenapa malah bikin motor skuter dari pada motor sport? Suzuki bikin motor sport langsung laris tuh, siapa tau kalo motor listrik dimulai dari motor sport bisa langsung laris juga :D, tapi itu pikiran awal aja. Kita coba berkaca pada Tesla Motor yang pertama kali memperkenalkan kendaraan listriknya adalah Tesla Roadster. Sebuah mobil sport dua penumpang kecil yang biasa disebut kelas Roadster ini menjadi demonstrator teknologi listrik.

Gambar diambil dari RoadAndTrack.com

Logikanya, kalo sebuah teknologi dapat diguakan pada sebuah mesin balap yang menuntut performa tinggi, artinya akan mudah diaplikasikan untuk mesin/kendaraan yang lebih umum, donk. Kalo untuk kendaraan yang lebih umum dibanding sport kan, cukup kurangin daya motornya, kurangin daya baterainya, dan kurangin juga efisiensi-nya, kan? Jadi lah motor yang lebih sederhana.

Dengan teknologi yang ada, kita bisa kok bikin mesin 12kw dengan dengan efisiensi hampir 90% dan kapasitas baterai setara 10kwh pake baterai 18650, baterai yang sama dengan baterai Tesla. Tinggal di sesuaikan mau seperti apa rangkaianya. Kita buat Seriap sampai voltase 200, atau pake motor listrik biasa yang voltasenya 24-60an volt, bisa. Dengan kondisi seperti itu, perhitungan saya kendaraan dapat digeber sampai kecepatan 140 km/jam dengan jarak tempuh sekitar 112km (sudah termasuk pengurangan 20% dari perhitungan kasar). Atau 195,5km dengan kecepatan 80km/jam. Ini perhitungan saya setelah menghitung daya-power mobil Tesla, dan disesuaikan dengan baterai yang lebih kecil (baterai tesla sampai 90kwh dan penggerak listriknya 300kw lebih).

Kenapa saya sebutkan topspeed 140, sebenarnya merujuk pada top speed GSXR saya yang sekitar 140an (menurut internet), atau tepatnya 135-140 karena biasanya ada pengurangan speedometer. Dengan daya 18,9 daya kuda atau setera dengan 13,9 kw pada mesin dan sekitar 14-15 DK pada dyno, maka dengan daya seperti itu kecepatan 140 dapat dicapai. Mesin saya perhitungkan 12kw setara 16 DK, karena pada mesin listrik tidak ada rugi-rugi mekanis seperti pada mesin bensin. Dengan menghubungkan langsung motor listrik dengan rantai dan menggerakan roda belakang, maka rugi-rugi mekanis dapat ditekan sampai sekitar 5% (3-5%).

Mungkin tho bikin motor sport listrik?

Pengisian daya jadi masalah

Nah, ini yang jadi masalah, pengisian daya. Kalo kita mengisi daya kendaraan 10kwh dengan listrik rumahan, kita perlu mengisi selama 10 jam dengan daya 1000 watt. Artinya rumah 1300 watt hanya bisa menggunakan 300 watt sisanya untuk keperluan lain selain mengisi daya kendaraan. Atau kalau pengisian daya dikurangi jadi 500 watt, artinya butuh 20 jam dari kosong sampai penuh. Lama, ya… Moso setiap jalan 200km harus istirahat 20 jam??

Saran

Ada beberapa saran yang bisa saya berikan di sini, yang pertama tentunya bangun infrastruktur kendaraan listrik. Bukan bikin soket prabayar PLN di titik-titik yang kurang jelas untuk pedagang kaki lima, tapi benar-benar soket atau colokan kendaraan listrik yang sesuai standar. Entah pake SAE J1772 seperti standar eropa, CHAdeMO standar Jepang (tapi Juga ada SAE J1772 di jepang) atau kerjasama dengan Tesla biar kendaraan listrik yang nanti di buat bisa pake Super Charger Tesla. Dengan soket-soket ini, diantaranya ada yang bisa ngecharge 30 menit 80%. Dengan 1 pengisian setiap 200km, udah cukup bikin motor listrik bisa menjelajah pulau Jawa, kan?

Saran lain, berikan semacam powerbank untuk di pasang di rumah. Misalnya sebuah powerbank yang juga bisa digunakan sebagai tenaga listrik darurat di Rumah. Jadi powerbank ini di isi daya dengan 1000watt, hanya jika sedang tidak digunakan. Kalo rumah di tinggal kerja, baterai rumah ini diisi. Kita pulang, kita charge motor 1 jam, baterai kosong dan tidak mengisi. Besoknya ketika kita tinggal kerja, baterai rumah mengisi lagi… bisa kan? dan ga seluruh isi baterai terpakai kok jadi ga di perlu 20 jam (kecuali kalo baru beli) untuk ngisi baterainya. Toh, jarak kantor-rumah ga sampe 200km bolak balik kan? Apa ada ya yang jarak kantornya 100km bolak-balik jadi 200?

 

Tesla PowerWall (sayang harganya 40jtan) sumber: wp-cron.com 

Demikian, mudah-mudahan bisa jadi pemikiran kita bersama.

Motor Listrik: Masalah perkembanganya di Indonesia

Assalamualaikum warahmatullah wa barokatu.
Selamat gini hari, salam sejahtera untuk kita semua.

Teknologi motor listrik adalah teknologi yang dari dulu saya impikan, tapi sayang menurut saya belum ada yang serius menggarap teknologi motor/mobil listrik ini di Indonesia. Kenapa saya bilang belum ada yang serius, saya coba jabarkan di bawah nanti tentang bagaimana kalo mau serius mengembangkan kendaraan listrik, baik pemerintah ataupun swasta.

 

Infrastruktur

Ini hal paling penting, infrastruktur. Mungkin sebagian besar berfikir kalau motor listrik berarti bisa di charge di rumah. Yuk kita itung-itungan sedikit tentang daya listrik. Kebetulan saya cuma pernah tinggal di rumah yang daya-nya antara 450-1300 watt. Pernah nemu sih yang 2200 watt, tapi jarang. Nah, daya 1300 watt ini berarti 1,3kw dalam satu jam, artinya jatah daya yang diberikan rumah adalah 1,3kw dalam satu jam. Lha kalo ada motor listrik punya penyimpanan daya 10kwh, berarti dengan 1kwh perlu 10 jam untuk mengisi dari kosong sampai penuh… 10 jam dipake cuma 2 jam, kan kesel yak?

Untuk itulah perlu adanya charging station, atau stasiun pengisian listrik. Biasanya, kalo di luar negeri stasiun pengisian listrik untuk kendaraan ini gratis dan ada di tempat-tempat tertentu disertai dengan tempat parkir. Di Indonesia? Belum ada lah.

Contoh stasiun pengisan listrik di luar negeri, Charging Station Tesla

Stasiun pengisian listrik khususnya Tesla ini bukan dibangun pemerintah lho, Tesla sendiri yang membangunkan tempat pengisian listrik berkecapatan tinggi ini. Mengisi daya listrik menggunakan stasiun pengisian cepat Tesla untuk mobil-mobil Tesla hanya perlu 30 menit sampai 80 persen, dan 1,5 jam untuk sampai penuh. Kalo setiap 300km istirahat 30 menit untuk ngecharge, pilihan yang logis kan? Di seantero Amerika sana, sudah cukup banyak tersebar Tesla Supercharger Station, jadi untuk menjelajah seluruh Amerika dengan mobil listrik tesla, bukan tidak mungkin.

Kalo pengembangan stasiun pengisian listrik ini dirasa terlalu mahal, ya harusnya sih pemerintah bisa ikut ambil bagian di sana. Kalo pertamina misalnya, mewajibkan seluruh waralabanya menyediakan tempat pengisian listrik untuk kendaraan listrik, cukup kan kalo ada pengguna kendaraan listrik yang mau mudik? Apa lagi kalo sudah pake teknologi pengisian cepat macam punya tesla itu.

 

Standar colokan kendaraan

Mengisi daya kendaraan listrik menggunakan colokan standar rumahan rasanya kurang aman, perlu ada standar yang digunakan di negara ini untuk masalah colokan ini. Bisa saja seperti Tesla, punya standar sendiri untuk kendaraan buatan perusahaanya, tapi berarti perusahaan tersebut harus menyediakan juga stasiun pengisian daya sendiri untuk kendaraan listrik mereka.

CHAdeMO kiri dan SAE J1772 kanan pada kendaraan listrik Nissan Leaf

Di dunia sudah ada beberapa standar colokan untuk kendaraan listrik, masing-masing punya kelemahan dan kelebihanya. Bahkan di Jepang ada standar yang dikembangkan untuk Jepang yang disebut CHAdeMO. Dengan perusahaan yang namanya sama, diusulkan menjadi standar industri global untuk kendaraan listrik. Dengan soket CHAdeMO ini, daya listrik sebesar 62,3kw menggunakan soket khusus. Bahkan di mobil listrik Nissan Leaf terdapat dua jenis colokan, CHAdeMO dan SAE J1772 berdampingan untuk memudahkan memilih antara stasiun pengisian dengan soket CHAdeMO atau SAE J1772.

Kalau di negara maju, pemerintah menyediakan tempat pengisian gratis dengan soket ini, tapi kalau Indonesia, bisa saja tetap mengenakan tarif untuk biaya pengisian sesuai harga listrik per KWh, masih tetap lebih irit kok dibanding menggunakan bahan bakar minyak.

Selain lebih cepat mengisi, standar colokan ini juga lebih aman dibanding colokan standar yang hanya terdiri dari kutup positif dan negatif di perumahan.

 

Pola pikir masyarakat dan industri otomotif

Terakhir menurut saya adalah pola pikir masyarakat dan industri otomotif di Indonesia. Di Indonesia belum ada yang sekuat Tesla menggebrak industri otomotif, khususnya kendaraan listrik. Perlu kerjasama antara pemerintah dengan produsen otomotif, misalnya pemerintah membangunkan titik-titik pengisian daya kendaraan listrik. Atau pemerintah memberikan insentif pajak untuk kendaraan listrik karena kendaraan listrik karena kendaraan listrik lebih ramah lingkungan.

Pola pikir masyarakat juga menjadi kendala, tapi menurut saya seiring trend kendaraan listrik yang terus meningkat, masyarakat akan lebih mudah menerima kehadiran kendaraan listrik di Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan yang meliputi hal baru di bidang otomotif biasanya:

  1. Sparepartnya gimana? Jawabanya: sparepart pada kendaraan listrik hanya motor listriknya saja, dan beberapa komponen listrik. Tidak ada perawatan berkala pada kendaraan listrik, tidak perlu ganti oli karena tidak ada oli, tidak perlu membersihkan injektor, karburator, atau saluran intake karena tidak ada itu. Hanya perlu mengganti dan memeriksa cairan pendingin baterai pada beberapa kendaraan listrik performa tinggi yang baterai dan mesinya menggunakan cairan pendingin.
  2. Servicenya susah. Jawabanya: Service yang dilakukan pada kendaraan listrik hanya pada komponen-komponen gerak yang juga ada pada kendaraan biasa. Tidak perlu service mesin, karena mesin dapat didiagnosa menggunakan perangkat, atau bahkan pada kendaraan canggih akan mendiagnosa dirinya sendiri.

Masih ada beberapa pertanyaan lain, tapi udah itu aja dulu ya. Lain kali kita bahas lagi lebih dalam tentang kendaraan listrik.

Begitulah opini saya tentang kendaraan listrik yang tak kunjung berkembang di Indonesia

Tambahan sebagai pemanis, beberapa kendaraan listrik roda dua premium yang sudah beredar di dunia.

Energica Ego Top Speed 240km/jam Baterai 11,7kwh Pengisian daya dengan fastcharge: 30 menit sampai 80%
Top Speed lebih dari 300km/jam (mungkin di limit versi jalananya) Baterai 12 kwh, 15 kwh, dan 20 kwh Pengisian cepat 30 menit sampai 80%
Vicyory Empulse TT

 

Pindah Rumah

Assalamualaikum Wr. Wb.

Selamat gini hari. Salam sejahtera untuk kita semua.

Setelah satu dan lain hal, akhirnya saya bisa pindah ke rumah baru. Saya ucapkan terima kasih atas semua dukunganya. Setelah berjibaku dengan Domain yang enggak mau nyantol di blogger, akhirnya pindah ke hostingan hampir gratis. Jadi, silahkan kunjungi blog saya di agni-rollout.my.id untuk meneruskan membaca, silaturhami. Asal jangan Spam, ya 😊

Wassalamualakum Wr. Wb.

Semoga kita semua dalam lindungan Tuhan YME.